Detail Interest Area

PENINGKATAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA MELALUI IMPLEMENTASI SISKEUDES

Sumber : Juli Winarto


PENINGKATAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA MELALUI IMPLEMENTASI SISKEUDES 

Juli Winarto 

Abstraksi

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada tanggal 15 Januari 2014, serta terbitnya beberapa aturan teknis ikutannya, mengharuskan pemerintah desa mengelola dana yang tidak sedikit. Besarnya dana tersebut dapat menimbulkan beberapa kendala pada saat implementasi pengelolaan keuangan desa. Kemampuan sumber daya manusia;  infrastruktur yang terbatas di desa, baik kualitas maupun kuantitas; dan disharmoni antar pemangku kepentingan di desa dapat menimbulkan masalah yang tidak kecil. Kendala ini dapat terpecahkan melalui pembangunan alat pengendali, yang disebut sistem informasi, yang aman dan bebas dari intervensi kepentingan. Pengembangan sistem aplikasi komputer yang komprehensif dimulai dari perencanaan, penatausahaan, hingga pelaporannya. BPKP telah mengawali dengan membangun Simda Desa, yang kemudian diadopsi oleh Kemendagri dan diubah namanya menjadi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Sistem ini  diberikan secara cuma-cuma ke desa-desa di seluruh Indonesia.

 Kata Kunci: pengelolaan keuangan desa, siskeudes, simda desa


PENDAHULUAN 

Latar Belakang

Dengan diundangkannya undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pada tanggal 15 Januari 2014 dan terbitnya beberapa aturan teknis ikutannya, mengharuskan pemerintah desa mengelola dana yang tidak sedikit. Saat ini jumlah desa seluruh Indonesia kurang lebih sebanyak 73.000 desa dan dana yang dikelola masing-masing desa tidaklah sedikit. Dengan demikian, dapat kita perkirakan jumlah uang yang beredar dan dikelola seluruh desa di Indonesia mencapai trilyunan rupiah.

Penulis melihat bahwa terjadi “shock culture” yang menimpa para pemangku kepentingan di desa, terutama kepala desa, sekretaris desa, bendahara desa, dan pihak terkait didesa. Hal ini terjadi karena semula desa mengelola dana tidak begitu besar, tiba-tiba diharuskan mengelola keuangan yang tidak sedikit; kemampuan sumber daya manusia dan infrastruktur yang ada di desa sangat terbatas baik dalam kuantitas maupun kualitasnya; serta perbedaan orientasi dan kepentingan para pemangku kepentingan di desa. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan disharmoni antar para pemangku kepentingan di desa juga ditingkat kabupaten yang berujung pada munculnya permasalahan dikemudian hari.

Untuk mengeliminir ketiga permasalahan tersebut, penulis bermaksud mengulas dan memberikan solusinya melalui pendekatan pembangunan sistem informasi.

Rumusan Masalah

Bagaimana  peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dapat dilakukan melalui implementasi siskeudes?

Tujuan

Artikel ini bertujuan untuk menyadarkan semua pihak bahwa implementasi siskeudes  mampu meningkatkan akuntabilitas dan menanggulangi kendala yang terjadi di desa.

LANDASAN TEORI

Menurut Robert A. Leitch, pengertian sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.

Sedangkan menurut James O’Brien (2010, p4) sistem informasi dapat merupakan kombinasi teratur dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.

Sistem informasi adalah kerangka kerja yang mengkoordinasikan sumberdaya (manusia, komputer) untuk mengubah masukan (input) menjadi keluaran (informasi), guna mencapai sasaran-sasaran perusahaan. (Wilkinson, 1992)

Sesuai sambutan dalam pembukaan diklat keuangan desa bagi pegawai BPKP di Pusdiklat BPKP Ciawi Bogor, Direktur PPKD Wilayah III BPKP menyampaikan bahwa Good Village Governance meliputi :

  1. Tata kelola keuangan desa yang baik;

  2. Perencanaan Desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan perencanaan daerah dan nasional;

  3. Berkurangnya penyalahgunaan kekuasaan/ kewenangan yang mengakibatkan permasalahan hukum;

  4. Mutu pelayanan kepada masyarakat desa meningkat 

Secara umum, suatu sistem informasi berbasis komputer dibangun berdasarkan kebutuhan para pemangku kepentingan yang memiliki beberapa persyaratan antara lain :

  1. Unsur-unsur sistem harus direncanakan secara baik dan berurutan
  2. Sistem harus mencerminkan atau tidak boleh bertentangan dengan aturan yang berlaku
  3. Sistem harus mengakomodir kepentingan para pihak
  4. Memberikan rasa aman bagi penggunanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut diatas, setiap desa akan mengelola dana yang bersumber dari penerimaan :

  1. Pendapatan asli desa,
  2. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota,
  3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat/daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, Alokasi anggaran dari APBN,
  4. Bantuan keuangan dari APBD propinsi dan APBD kabupaten/kota serta
  5. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.

Keseluruhan dana tersebut dapat digunakan untuk membiayai seluruh kewenangan yang menjadi tanggungjawab desa yaitu penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Dana tersebut diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Seluruh pendapatan desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas desa dan penggunaannya sesuai dengan ketetapan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (selanjutnya disebut APB Desa). Kepala desa merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa.  

Sesuai PP 43/2014 pasal 93, siklus pengelolaan keuangan desa meliputi :


Pengelolaan keuangan desa terdiri dari beberapa tahan yaitu mulai perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawabab. Keseluruhan tahap itu menjadi tanggungjawab kepala desa. Dengan demikian, kekuasaan dan kewajiban kepala desa sangatlah luas dan kompleks, mulai dari merencanakan baik jangka pendek maupun jangka panjang, melaksanakan kegiatan operasional dan administrasi, menatausahakan keuangan, membuat laporan dan mempertanggungjawabkan semua dana yang dikelolanya. Kepala desa harus piawai dalam mengelola semua yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa dibantu oleh perangkat desa yaitu sekretaris desa, bendahara desa, para kepala seksi dan lain-lain.  

Untuk memudahkan pembahasan, kita gunakan tahap-tahap seperti dalam gambar diatas.

Perencanaan

Kegiatan perencanaan dimulai dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) dengan mengacu pada prioritas penggunaan dana desa yang ditetapkan oleh Menteri yang menangani desa. Penyusunan RPJM Desa merupakan perencanaan jangka panjang yaitu 6 tahun sedangkan  RKP Desa merupakan perencanaan jangka pendek yaitu tahunan. Penyusunan RPJM desa dan RKP desa melalui mekanisme tertentu yang melibatkan banyak pihak antara lain Badan Pertimbangan Desa (BPD), tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh wanita, dan lain-lain. Berdasarkan rencana kerja tersebut, disusunlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (selanjutnya disebut APB Desa) dengan periode tahunan. Penyusunan APB Desa diharuskan menggunakan standar biaya/harga yang telah ditetapkan kepala daerah atau kepala desa. Hal ini bertujuan agar pengeluaran benar-benar terukur sehingga terhindar dari pemborosan anggaran atau manipulasi pelakasanaan anggaran.  Pedoman umum penggunaan dana tersebut diatur oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan menteri yang mengurusi pedesaan.

Pada tahap ini, biasanya desa lemah dalam membuat perencanaan, sehingga lebih terkesan formalitas pada pembuatan dokumen perencanaan. Apabila dalam perjalanannya terjadi perubahan kebutuhan atau keinginan, dengan mudahnya dilakukan perubahan tanpa melihat aturan yang berlaku. Kemudian dokumen yang telah ada dirubah secara manual atau diganti yang baru. Perubahan seperti ini dapat terjadi baik di RPJM Desa, RKP Desa, maupun APB Desa. Dengan demikian hilanglah fungsi kontrol perencanaan.

Pelaksanaan

Selanjutnya, Kepala Desa melaksanakan APB Desa dengan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa. Kegiatan utama pada tahap ini adalah penerimaan dari semua pendapatan dan pembiayaan dan pengeluaran belanja dan atau pembiayaan. Prinsipnya, hal-hal yang tidak tercantum dalam APB Desa tidak boleh dilakukan kecuali penerimaan pendapatan. Dalam pelaksanaannya, banyak pihak yang berkepentingan dan terlibat di dalamnya, terutama  dalam pengadaan barang dan/atau jasa.  Biasanya, yang  merupakan titik rawan dengan penyimpangan atau ketidak sesuaian dengan rencana adalah pengeluaran belanja yang tidak sesuai rencana, tidak ada anggarannya, atau sesuai kehendak pemangku kepentingan (baca : Kepala Desa). Seperti telah dijelaskan diatas, perencanaan (APB desa) diubah sesuai realisasinya, sehingga seolah-olah realisasi sama dengan rencananya (padahal, dibelakang hari dokumen perencanaan disesuaikan dengan realisasinya). Atau bisa menggunakan cara lain, yaitu pertanggungjawabannya (SPJ) disesuaikan dengan rencananya dengan cara dibuatkan dokumen SPJ rekayasa. Seperti halnya perencanaan, hilanglah fungsi kontrol APB Desa dan SPJ-nya. Pada gilirannya nanti, hal ini dapat memberikan peluang terjadinya korupsi.

Penatausahaan

Dalam pelaksanaan, kepala desa wajib menatausahakan semua penerimaan dan pengeluaran. Mekanisme penatausahaan diatur dalam permendagri 113 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa. Penatausahaan mengharuskan dokumen transaksi dibuat dan disimpan, kemudian dibukukan ke dalam Buku Kas Umum (BKU), Buku Bank, Buku Pajak, dan Buku-buku besar lainnya. Termasuk juga membuat berita acara pemeriksaan kas bulanan. Belum lagi, rumitnya proses pembuatan kuitansi, bukti dasar transaksi, penjurnalan dan lain-lain. Setelah proses transaksi selesai, transaksi-transaksi tersebut harus dibukukan ke buku-buku yang terkait. Diakhir periode (bisa bulanan, bisa triwulanan, bisa semesteran, bisa tahunan), dari buku-buku disusunlah laporan keuangan dan laporan-laporan yang lainnya. Desa juga harus memperhitungkan kewajiban pajak yang harus dipungut dan disetor ke kas negara. Perhitungan pajak-pajak tersebut tidaklah mudah dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.

Pelaporan

Desa wajib menyusun laporan sebagai akuntabilitas pelaksanaan tugasnya yang tercenmin dari penyusunan laporan. Laporan  tersebut, antara lain ditujukan kepada Bupati/Walikota. Dari laporan semua desa, Bupati/Walikota akan membuat laporan realisasi dan konsolidasi penggunaan dana desa kepada Menteri Keuangan dengan tembusan menteri yang menangani desa, menteri teknis/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait, dan gubernur. Apabila kepala desa tidak menyusun atau terlambat menyampaikan laporan tersebut dapat dikenakan sanksi tertentu, antara lain tidak cairnya dana di periode berikutnya.

Desa wajib menyusun laporan keuangan tersebut terdiri dari Laporan Realisasi Pelaksanaan Anggaran (LRPA) dan Laporan Kekayaan Milik Desa (LKMD). Sealin itu, desa juga wajib membuat laporan-laporan manajemen lainnya seperti laporan penerimaan dan pengeluaran per sumber dana, laporan realisasi pembangunan dan lain-lain. Proses pembukuan mulai transaksi sampai dengan penyusunan laporan selesai,  memerlukan kompetensi khusus yaitu keahlian akuntansi serta integritas yang tinggi bagi pelaksananya. Disisi lain, SDM di desa yang mengerti akuntansi sangatlah terbatas, bahkan dapat dikatakan tidak ada. Integritas pelaksana pembukuan akan terpengaruh oleh kepala desa, pelaporan disesuaikan dengan keinginan kepala desa. Disinilah mulai muncul permasalahan antara lain tidak dibuatnya pembukuan, pengelolaan keuangan yang amburadul, keakuratan laporan diragukan, tingkat rekayasa laporan yang tinggi, keterlambatan pelaporan dan lain-lain.

Dalam hal pembukuan dan pelaporan, kepala desa dibantu oleh perangkat desa dibawahnya. Terdapat potensi munculnya permasalahan apabila terjadi perbedaan persepsi, perbedaan kepentingan, dan perbedaan visi/tujuan antar pelaku di desa. Misalkan, perangkat desa berusaha mengelola dengan baik dan sesuai dengan aturan tetapi di pihak lain, kepala desa masih ingin mengelola dana sesuai dengan kemauan dan kepentingannya.

Pertanggungjawaban

Salah satu agenda utama menuju good governance atau good village governance dan reformasi birokrasi adalah peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat desa. Salah satunya adalah peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan desa untuk dapat diterapkan secara optimal di lingkungan kerja masing-masing. Kepala desa harus membuat pertanggungjwaban pelaksanaan APB desa secara tahunan dan pertanggungjawaban RPJM desa diakhir masa jabatannya. Hal ini mencerminkan penerapan good village government.

Pengelolaan keuangan desa merupakan tantangan yang cukup berat bagi aparat desa, karena pelaksana harus memiliki kompetensi khusus dalam bidang keuangan dan integritas yang tinggi.  Sementara latar belakang aparat desa bermacam-macam. Ketidakmampuan pengelolaan keuangan dapat berakibat fatal yang berujung pada jeruji penjara. Apalagi ketidakmampuan ini ditumpangi oleh niatan yang tidak baik.

Kesenjangan kemampuan aparat desa dengan kebutuhan lapangan atau kesenjangan kepentingan antar pelaku dapat dijembatani oleh suatu perangkat atau alat bantu pengelolaan keuangan desa yang bernama sistim informasi atau program aplikasi komputer.

Aplikasi ini diharapkan dapat “memagari” pengelolaan dana agar :

  1. tidak keluar dari aturan yang ada,
  2. mengurangi konflik antar pelaku,
  3. mengurangi potensi korupsi, dan
  4. mengurangi distorsi kebijakan.

Tentu saja agar dapat berfungsi dengan optimal, terdapat beberapa persyaratan khusus yang harus ditaati dalam penerapan aplikasi komputer ini antara lain :

  1. Program Aplikasi tidak mengakomodasikan transaksi-transaksi keuangan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan,

  2.  Kepala Desa harus menciptakan sistem pengendalian intern yang memadai di tingkat penatausahaan dan akuntansi keuangan, antara lain dengan melakukan :

    1. verifikasi atas bukti transaksi pada setiap jenjang otorisasi

    2. pemeriksaan kas pada bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran minimal 1 (satu bulan) sekali pada akhir bulan

    3. rekonsiliasi saldo buku dengan saldo rekening bank pada setiap akhir bulan.

    4. rekonsiliasi antara penambahan aset tetap/belanja modal dengan catatan aset yang diselenggarakan oleh penatausahaan inventaris kantor/kekayaan milik desa

  3. Seluruh transaksi penerimaan kas dan pengeluaran kas yang berkaitan dengan pendapatan dan belanja harus melalui bendahara desa dan harus dicatat di dalam aplikasi.

Dengan aplikasi ini, seluruh mekanisme sistem mulai perencanaan, penatausahaan, sampai pelaporan sudah tercakup didalamnya. Dengan adanya aplikasi ini, tidak lagi diperlukan kompetensi yang terlalu tinggi untuk mengelola keuangan desa. Asalkan mau bekerja dan beritikad baik, pengelolaan keuangan desa dapat lebih mudah dikelola. Operator hanya melakukan input pada aplikasi, aplikasi akan otomatis memprosesnya sampai terbitlah suatu laporan yang diharapkan. Memang bukan perkara mudah untuk mendesain dan membangun sistem aplikasi yang komprehensif, diperlukan tenaga, waktu dan dana yang tidak sedikit. Untuk mendesain dan membangun aplikasi ini diperlukan kepastian perangkat hukum dan SOP yang jelas. Juga diperlukan pendesain dan pembangun aplikasi yang kompeten baik dari sisi tehnologi informasi maupun sistem keuangan. Tetapi melihat manfaatnya, pengorbanan tersebut tidaklah sia-sia dan cukup sebanding dengan manfaatnya. 

Beruntung, BPKP melalui tim yang handal telah berhasil membangun aplikasi komputer yang semula dinamakan “simda desa” yang pilot project nya di Sulawesi Barat. Kemudian, produk ini ditarik ke BPKP pusat, termasuk programmernya, dan diperkenalkan ke Kemendagri kemudian namanya berganti menjadi “siskeudes”. Kemendagri kemudian mengeluarkan aturan untuk mewajibkan desa-desa menggunakan siskeudes.

Belakangan ini, KPK juga ikut “memasarkan” siskeudes ke daerah-derah, hal ini bisa dilihat di situs KPK dan dibeberapa media online yang memberitakannya. KPK  menyarankan desa-desa menggunakan siskeudes untuk menghindari korupsi di desa.

Hal tersebut terlihat antara lain dapat dibaca di website KPK di galeri foto tanggal 3 Oktober 2016 :

Gambar 1
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan, menyerahkan Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) secara simbolis kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe pada acara Sosialisasi Pencegahan Korupsi Pengawalan Bersama Pengelolaan Keuangan - Dana Desa di Kantor Gubernur Papua, 25 Juli 2016. Aplikasi sistem pengelolaan keuangan desa produk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini kemudian diteruskan kepada Kepala Desa/Kampung se-provinsi Papua

Sumber : humas KPK (kpk.go.id)

Dibandingkan dengan aplikasi lain yang beredar di masyarakat, Siskeudes memiliki karakteristik khusus antara lain :

  1. Sesuai dengan regulasi yang ada
  2. Memudahkan tata kelola keuangan desa
  3. User-friendy
  4. Built-in internal control

Siskeudes dibangun menyesuaikan dengan regulasi yang ada, sehingga dalam implementasinya tidak akan menyimpang dari aturan. Apabila terdapat perubahan aturan dikemudian hari, seyogyanya BPKP akan merubah siskeudes mengikuti aturan baru tersebut.

Dengan mengimplementasikan siskeudes, pengelolaan keuangan menjadi lebih mudah. Operator di desa hanya memasukkan transaksi, proses pembukuan dan pelaporan dilakukan oleh aplikasi, sehingga tidak diperlukan petugas yang berkompetensi tinggi dalam bidang akuntansi.

Pembagian tugas masing-masing pihak terkait dapat disesuaikan dengan mengatur otorisasi aplikasi, misalnya :

  • Yang dapat melakukan setting parameter data umum kabupaten/kecamatan, bidang/kegiatan, kode rekening hanya dapat dilakukan oleh petugas kabupaten sebagai administrator. Pihak kecamatan dan desa tidak dapat merubahnya. Apabila ingin menambah kode rekening, harus berkoordinasi dengan administrator di tingkat kabupaten/kota, sehingga dapat diterapkan secara seragam di seluruh desa yang dinaunginya
  • Penyusunan APB Desa diwajibkan menggunakan standar biaya/harga dan penetapan standar tersebut dilakukan di tahun sebelumnya. Sehingga penyusunan APB desa tidak dapat main-main atau melakukan penggelembungan harga. Dengan demikian, biaya benar-benar terukur dengan kinerjanya
  • Input anggaran dapat dilakukan oleh desa sampai dengan proses revisi. Apabila APB desa sudah disetujui kepala daerah (atau didelegasikan ke Camat) dan sudah terbit Peraturan Desa, maka APB Desa dikunci oleh Kecamatan dan tidak dapat diubah lagi oleh desa. Hal ini dapat menjadi “pagar” pelaksanaaan dan mengurangi penyimpangan anggaran atau disharmoni antara pemangku kepentingan.
  • Perubahan APB Desa hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu tahun yaitu pada saat Perubahan APB Desa (PAK).

Aplikasi siskeudes sangat mudah, atau user friendly. Apabila operator rajin berlatih dan menggunakannya, maka operator akan cepat menguasainya. Dalam melakukan input transaksi, operator hanya menginput dokumen transaksi. Dalam hal transaksi penerimaan, data penerimaan yang diinput, maka otomatis TBP, kuitansi, buku kas umum, buku besar pendapatan dan LRPA sudah tersusun. Dalam hal transaksi belanja, data SPP belanja/panjar/pembiayaan yang  diinput, maka buku kas umum, buku besar belanja terkait dan LRPA sudah tersusun. Apabila merupakan belanja modal, maka otomatis aset di LKMD juga sudah tercatat.

Siskeudes dibangun dengan menciptakan built-in control, misalnya :

  • Operator desa hanya dapat log-in desa yang bersangkutan saja, sehingga informasi tetap terjaga
  • Operator desa hanya dapat menginput  dokumen transaksi, tetapi tidak bisa merekayasa laporan. Dengan demikian, dapat dipastikan laporan sesuai dengan transaksi riilnya
  • Nomor kuitansi penerimaan, tanda bukti penerimaan (TBP), surat tanda setoran (STS) dan surat permintaan pembayaran (SPP) dibuat pre-numbered dan otomatis, sehingga tidak dapat di rekayasa atau disisipkan
  • Penerimaan harus diinput terlebih dahulu sebelum menginput pengeluaran
  • Dalam penyusunan APB desa,  terdapat kontrol atas  batasan belanja operasional ditetapkan oleh kepala daerah baik dari kode rekening maupun besarannya. Apabila melewati batasan tersebut, maka siskeudes akan menolaknya
  • Dibuat sistem korolari aset yang maksudnya adalah menghubungkan belanja modal langsung dikapitalisasi menjadi Aset Tetap dalam Laporan Kekayaan Milik Desa (LKMD). Hal ini dapat mengurangi kesalahan tidak tercatatnya aset di LKMD pada saat dilakukan belanja modal.

Apabila desa menggunakan siskeudes maka memperoleh beberapa keuntungan, antara lain :

  • Tidak memerlukan kompetensi yang terlalu tinggi bagi operator, cukup mampu mengoperasikan siskeudes yang user-friendly
  • Mengurangi kesalahan penyusunan pembukuan, karena BKU, buku bank, buku pajak dan buku besar lainnya dibuat otomatis oleh program
  • Mempercepat proses pembukuan dan pelaporan karena dibuat otomatis oleh program
  • Mengurangi disharmoni antar pemangku kepentingan, karena realisasi anggaran harus sesuai dengan APB Desa
  • Banyak pekerjaan klerikal yang berkurang
  • Banyak pekerjaan yang berulang yang dihilangkan

SIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :

  1. Perlunya peningkatan kompetensi aparat desa  terutama berkaitan dengan pengelolaan keuangan desa.
  2. Siskeudes yang dibangun secara komprehensif mulai dari perencanaan, penatausahaan sampai pelaporannya, dapat menunjang pengelolaan keuangan didesa
  3. Siskeudes mampu mengamankan keuangan di desa
  4. Siskeudes mampu mengurangi disharmoni antar pemangku kepentingan dan mengurangi kesewenang-wenangan kepala desa selaku penguasa keuangan desa
  5. Siskeudes dikoordinir oleh masing-masing kabupaten/kota, sehingga kompilasi nasional hanya dapat dilakukan sampai kepada jenis rekening, tidak dapat lebih rinci lagi.

SARAN

Berdasarkan pembahasan diatas, Penulis menyarankan agar :

  1. Siskeudes diimplementasikan di seluruh desa se-Indonesia demi terjaminnya akuntabilitas, tertib administrasi, keamanan keuangan, dan menghindarkan permasalahan hukum karena korupsi.
  2. Berkaitan dengan itu, perlu ditingkatkan pelatihan atau workshop penggunaan siskeudes. Pelatihan ini tidak hanya diberikan kepada operator, tetapi juga kepada semua pihak yang terkait, seperti pejabat di kabupaten, pejabat di kecamatan, kepala desa, sekretaris dan semua pihak yang berkepentingan.
  3. Meningkatkan siskeudes berbasis web agar dapat diakses dan memudahkan integrasi data antar desa.
  4. Memperbaiki infrastruktur pendukung seperti jaringan internet
  5. Aplikasi siskeudes perlu disiapkan untuk kebutuhan kompilasi nasional sampai rinci demi terpenuhinya kebutuhan analisis dengan cara menstandarkan kode rekening rinci.


DAFTAR REFERENSI 

Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.113 Th. 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.114 Th. 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa

Robert A. Leitch / K. Roscoe Davis.,Acconting Information Systems, New Jersey., Prentice Hall, 1983

James O'Brien / George Marakas. Management Information Systems,  2010

 Humas KPK. Galeri Foto. www.kpk.go.id diakses tanggal 3 Oktober 2016