Berita & Kegiatan IAI Wilayah Jawa Timur


DOWNLOAD MATERI

Kategori Artikel

4 Fakta soal Pajak Pulsa dan Token Listrik yang Dikeluarkan Pemerintah

Belakangan ramai kabar akan adanya pajak penjualan pulsa atau pajak pulsa, kartu perdana, token dan voucher mulai Februari 2021.

Peraturan pemerintah itu mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/PMK.03/2021 tentang Perhitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun angkat bicara. Menurut Sri Mulyani, ketentuan ini tidak berpengaruh terhadap harga pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucher. Dia menyebut, selama ini pemungutan pajak dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucher sudah berjalan. "Jadi tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, token listrik dan voucher," jelas dia seperti dikutip dari akun instagram resmi Sri Mulyani di @smindrawati, Sabtu, 30 Januari 2021. Berikut deretan hal terkait adanya pemungutan pajak pulsa, kartu perdana, token dan voucher dihimpun Liputan6.com:

Isi Aturan :

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/PMK.03/2021 tentang Perhitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan atau Penghasilan sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.

Beleid tersebut menyebutkan, penjualan pulsa, kartu perdana, token dan voucher akan dikenakan pajak.

"Untuk menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa, perlu mengatur ketentuan mengenai penghitungan dan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas penyerahan atau penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer," demikian dikutip Liputan6.com dari PMK Nomor 6/2021, Jumat, 29 Januari 2021.

Pasal 2 beleid tersebut menjelaskan, penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan Penyelenggara Distribusi dikenai PPN.

Barang Kena Pajak sebagaimana ialah berupa pulsa dan kartu perdana yang dapat berbentuk Voucer fisik atau elektronik.

Kemudian, penyerahan Barang Kena Pajak oleh Penyedia Tenaga Listrik dikenai PPN. Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud ialah berupa Token. Selain itu, PMK ini juga mengatur pengenaan PPN atas Jasa Kena Pajak berupa:

  1. jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Token oleh Penyelenggara Distribusi;
  2. jasa pemasaran dengan media Voucer oleh Penyelenggara Voucer;
  3. jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Voucer oleh Penyelenggara Voucer dan Penyelenggara Distribusi; atau
  4. jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program) oleh Penyelenggara Voucer.

"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2021," demikian dikutip dari Pasal 21. Adapun, beleid ini diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 22 Januari 2021.

Besaran Pajak

Lantas, berapa nilai pajak yang bakal dikenakan untuk pulsa dan kartu perdana?

Mengutip PMK 6/PMK.03/2021 dalam Bab 3 pasal 18 ayat 1, atas penjualan Pulsa dan Kartu Perdana oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua yang merupakan Pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh Pasal 22.

Pemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua kepada Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya atau harga jual atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.

Jika Wajib Pajak yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemungutan lebih tinggi 100 persen (seratus persen) dari tarif 0,5 persen tadi, alias 2 kali lipatnya, sebagaimana tertulis di ayat (3).

Kendati, pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas pembayaran oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang jumlahnya paling banyak Rp 2 juta tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 2 juta.

Pemungutan PPh 22 juga tidak berlaku pada Wajib Pajak bank atau telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (lihat pasal 6 huruf a-c)

Penjelasan Menteri Keuangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan aturan mengenai pemungutan pajak atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.

Menurut dia, ketentuan ini tidak berpengaruh terhadap harga pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucher. Menurutnya, selama ini pemungutan pajak dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucher sudah berjalan.

"Jadi tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, token listrik dan voucher," jelas dia seperti dikutip dari akun instagram resmi Sri Mulyani di @smindrawati, Sabtu, 30 Januari 2021.

Sri Mulyani menulis, yang dijalankan oleh pemerintah saat ini adalah melakukan penyederhanaan pengenaan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucher. Langkah ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum.

Sri Mulyani pun merincian mengenai penyederhanaan tersebut:

  1. Pemungutan PPN
    1. Pulsa atau Kartu Perdana
      Dilakukan penyederhanaan pemungutan PPN, sebatas sampai pada distributor tingkat II (server). Sehingga distributor tingkat pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut ppn lagi.
    2. Token listrik
      PPN tidak dikenakan atas nilai token, namun hanya dikenakan atas jasa penjualan atau komisi yang diterima agen penjual.
    3. Voucher
      PPN tidak dikenakan atas nilai voucher karena voucer adalah alat pembayaran setara dengan uang. PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.
  1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa, dan PPh Pasal 23 atas jasa penjualan atau pembayaran agen token listrik dan voucer merupakan pajak dimuka bagi distributor atau agen yang dapat dikreditkan atau dikurangkan dalam SPT Tahunan.

"Jadi tidak benar ada pungutan pajak baru untuk pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucer. Pajak yang anda bayar juga kembali untuk rakyat dan pembangunan," tulis Sri Mulyani. "Kalau jengkel sama korupsi -mari kita basmi bersama..!" tutup dia.

Perbedaan Ketentuan Lama dan Ketentuan Baru

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menjelaskan mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.

Bendahara Negara itu memastikan, ketentuan tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pengenaan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.

"PPN dan PPh atas pulsa atau kartu perdana tukang listrik dan voucher sudah berjalan selama ini sehingga Ketentuan tersebut tidak mengatur jenis dan objek pajak baru," jelasnya dikutip dari laman instagramnya @smindrawati, Minggu (31/1).

Lalu apa bedanya PMK baru dengan ketentuan lama?

Di dalam PMK 03/2021 untuk pulsa atau kartu perdana dilakukan penyederhanaan pemungutan PPN sebatas sampai pada distributor tingkat 2 (server), sehingga disebut selanjutnya dan pengecer menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi.

Ketentuan sebelumnya PPN dipungut pada setiap rantai distribusi dari operator telekomunikasi distributor utama tingkat I, distributor besar tingkat III, distributor selanjutnya, sampai dengan penjualan oleh pedagang pengecer. Distributor kecil dan pengecer mengalami kesulitan melaksanakan mekanisme PPN sehingga menghadapi masalah pemenuhan kewajiban perpajakan

Kemudian untuk token listrik, di dalam aturan baru PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pembayaran yang berupa komisi atau selisih harga yang diterima agen penjual, bukan atas nilai token listriknya.

Ketentuan sebelumnya, jasa penjualan terutang PPN, namun ada kesalahpahaman bahwa PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang dijual oleh agen penjual.

Terakhir mengenai voucher. PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan atas nilai voucher. Karena voucher merupakan alat pembayaran atau setara dengan uang yang tidak tertuang PPN.

Ketentuan sebelumnya, jasa penjualan pemasaran voucher tertuang PPN namun ada kesalahpahaman bawa voucher tertuang PPN.

Dengan ketentuan tersebut, maka pemungutan PPh pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa, dan PPh pasal 23 atas jasa penjualan pembayaran agen token listrik dan voucher, merupakan pajak dibuka bagi distributor atau agen yang dapat dikreditkan dalam SPT tahunan nya

"Dengan penjelasan tersebut maka ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa atau kartu perdana token listrik dan voucher," jelas dia.

Sumber Berita : www.liputan6.com

Sumber Foto :

  1. Direktorat Jenderal Pajak

Bagikan artikel ini :