Berita & Kegiatan IAI Wilayah Jawa Timur


DOWNLOAD MATERI

Kategori Artikel

IAI IFAC International Seminar - Kolaborasi Strategis Membangun Profesi dan Perekonomian di Era Keberlanjutan

 

(Jakarta, 2-3 Mei 2024) - Kolaborasi, inovasi, dan komitmen teguh dari para pemangku kepentingan profesi akuntan, dibutuhkan untuk memastikan daya tarik profesi ini. Hanya dengan itulah, profesi akuntan akan tetap relevan dan memberikan dampak optimal dalam menghadapi berbagai tantangan global yang terus berkembang. Karena itu, para pemangku kepentingan profesi harus selalu berusaha menginspirasi, mendidik, dan memberdayakan generasi akuntan masa depan untuk mendorong perubahan positif serta berkontribusi terhadap kesejahteraan global.

Demikian antara lain kesimpulan dari rangkaian acara IAI IFAC Accountancy Education International Seminar yang bertema Transforming Accounting Education to Anticipate the Dynamic Role of Professional Accountant: Highlighting Sustainability and Attractiveness of the Profession. Dalam seminar internasional ini, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menghadirkan narasumber dari International Federation of Accountants (IFAC), yaitu Bruce Vivian (IFAC Principal Accountancy Education) dan Tanya Musumhi (IFAC Regional Manager). Pada kesempatan itu, Bruce menyampaikan usulan revisi atas International Education Standards (IESs). Sementara itu, dari IAI, narasumber yang turut memberikan insight antara lain Anggota Dewan Pengurus Nasional (DPN), Rosita Uli Sinaga dan Prof. Lindawati Gani. Acara ini juga diisi oleh narasumber dari regulator, praktisi, serta akademisi dari berbagai institusi terkemuka di Indonesia.

Seminar IAI IFAC ini didukung oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dihadiri oleh lebih dari 300 peserta dari kalangan regulator, akademisi, dan praktisi. Seminar sehari ini juga dilanjutkan dengan pelaksanaan IAI IFAC Stakeholders Engagement yang menjadi ajang diskusi bagi perwakilan regulator (Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan), asosiasi profesi (Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI)), perwakilan IAI Corporate Partner dan IAI Affilated Campus.

IFAC Boad Member, Prof. Sidharta Utama, dalam keynote speech-nya menyampaikan, IFAC akan berkolaborasi dengan organisasi anggota, mitra jaringan, dan pemangku kepentingan utama. Selain itu IFAC akan terus menilai lanskap global dan tren makro yang berdampak pada profesi akuntan dengan tujuan untuk mengantisipasi dan bereaksi terhadap perubahan dengan cara yang menjaga posisi profesi di masa depan.

“Tren, implikasi, dan peluang yang diidentifikasi dalam rencana ini tidak bersifat statis, dan tidak sepenuhnya komprehensif, namun memberikan lensa jangka menengah yang penting untuk memfokuskan pekerjaan dan prioritas kita,” ujar Prof. Sidharta yang juga adalah Anggota DPN IAI.

Attractiveness of the Profession

Hadir memberikan sambutan, Ketua DPN IAI, Ardan Adiperdana mengatakan, perkembangan baru yang menarik sedang terjadi di dalam profesi akuntan, terutama terkait aspek sustainability atau keberlanjutan. Namun di sisi lain, juga terdapat tren stagnasi atau bahkan penurunan jumlah pelajar Indonesia yang memilih jurusan akuntansi sebagai bidang studi pilihan dan karir masa depan mereka. Di satu sisi, hal ini menghadirkan tantangan di bidang ini, namun juga menghadirkan peluang bagi profesi dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan tingkat minat tersebut.

“Akademisi, tentunya bersama dengan industri dan profesi, menjadi faktor utama yang menentukan seberapa menarik karir sebagai akuntan di masa depan,” jelas Ardan.

Atas berbagai kondisi itu, pemangku kepentingan profesi akuntan harus berupaya keras meningkatkan daya tarik profesi akuntansi untuk memastikan masuknya talenta terbaik ke dalam profesi ini. Hal ini tidak hanya berarti mempromosikan beragam peluang karir yang tersedia dalam bidang akuntansi tetapi juga menumbuhkan budaya inovasi dan pembelajaran berkelanjutan.

“Karena itu, revisi IESs yang dilakukan IFAC merupakan sebuah langkah maju. Karena Untuk menghasilkan lulusan yang memenuhi standar internasional dan pada akhirnya dapat menjadi duta profesi akuntansi, dapat dilakukan dengan menunjukkan kemampuan terkini mereka dalam dunia bisnis saat ini. Saya berharap universitas-universitas di Indonesia dapat memasukkan IES ini ke dalam kurikulum mereka,” himbau Ardan.

Ardan menyadari jika transformasi pendidikan akuntansi tidak dapat dicapai sendirian. Proses ini memerlukan kolaborasi dan kemitraan antar pemangku kepentingan utama, seperti regulator dan pembuat kebijakan, komunitas industri dan bisnis, serta akademisi dan badan profesional. “Bersama-sama, kita harus berupaya mengembangkan kerangka kerja dan standar komprehensif yang mencerminkan kebutuhan profesi yang terus berkembang sambil menjunjung prinsip inti integritas, objektivitas, dan kompetensi profesional,” pungkas Ardan.

Senada dengan Ketua DPN IAI, Dekan FEB Universitas Indonesia, Teguh Daryanto juga menyoroti pentingnya adaptasi dalam lingkungan profesional akuntansi yang semakin dinamis. Menurutnya, untuk mengatasi penurunan permintaan terhadap profesi akuntan, kolaborasi semua pemangku kepentingan menjadi penting. “Kita harus menekankan pentingnya penguasaan keterampilan seperti kecakapan teknis, berpikir kritis, kesadaran etika, dan pola pikir sustainability yang terintegrasi,” ujarnya.

Dalam konteks ini, Teguh menekankan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang mendorong inovasi untuk mempersiapkan generasi akuntan berikutnya untuk menjadi pemimpin yang berintegritas. Ia juga membahas pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak dalam meningkatkan daya tarik profesi akuntan bagi generasi muda yang akan menjadi pelaku industri masa depan.

Pada kesempatan yang sama, Anggota DPN IAI, Prof. Lindawati Gani menyampaikan prioritas penting bagi pengembangan jalur karir di profesi akuntansi. Pertama, profesi akuntasin memegang peranan penting dalam upaya keberlanjutan organisasi. Selanjutnya, profesi akuntansi harus mendorong informasi terkait keberlanjutan yang berkualitas lebih tinggi dan bermanfaat dalam pengambilan Keputusan. Menurut Prof. Linda, yang juga merupakan anggota Professional Accountancy in Business Advisory Group (PAIB AG) IFAC, meskipun pelaporan keberlanjutan sangat penting, keseluruhan aspek keberlanjutan harus dimulai dari dalam Perusahaan, karena untuk menyoroti kontribusi fungsi keuangan, diperlukan titik temu yang dinamis antara keuangan dan keberlanjutan dalam perusahaan.

Selanjutnya, Prof. Linda menekankan perlunya peralihan peran Chief Finance Officer (CFO) menjadi Chief Value Officer (CVO) untuk peningkatan nilai organisasi. Lalu kepemimpinan yang berorientasi dan berpikir ke depan juga dibutuhkan untuk membina generasi akuntan baru yang dapat dengan percaya diri mengambil peran kepemimpinan.

Aspek lain yang tidak kalah penting dalam pengembangan karir generasi muda akuntan adalah adanya evaluasi model bakat keuangan dan jalur karier Dimana akuntan perlu mengubah dan meningkatkan cakupannya. Akuntan masa depan juga harus memperluas jangkauan global dan daya tarik profesi untuk memenuhi permintaan dunia usaha yang berkembang pesat.

Prioritas berikutnya adalah mendukung pertumbuhan akuntan di sektor publik karena terdapat kebutuhan dan peluang penting untuk meningkatkan profesionalisasi keuangan sektor publik dengan tantangan seperti korupsi dan intimidasi.

“Tidak kalah penting adalah adanya transformasi profesi akuntansi dan keuangan di era digital, dengan mempersepsikan digitalisasi bukan merupakan ancaman, melainkan sebuah enabler memungkinkan akuntan mengalihkan fokus mereka dari tugas operasional ke tugas strategis,” tegas Prof. Linda.

Revisi International Education Standards

Terkait dengan revisi International Education Standards (IESs), Principal Accountancy Education of IFAC, Bruce Vivian menyatakan, proses revisi IESs yang sedang dilakukan IFAC dengan memasukkan aspek keberlanjutan ke dalam IESs, dimaksudkan untuk memastikan kompetensi akuntan profesional di masa depan telah dilengkapi dengan kemampuan memahami dan menerapkan aspek keberlanjutan dalam ekosistem perekonomian.

Saat ini, IFAC sudah meluncurkan usulan revisi IESs, yaitu terhadap IES IES 2, Initial Professional Development – Technical Competence (2021); IES 3, Initial Professional Development – Professional Skills (2021); dan IES 4, Initial Professional Development – Professional Values, Ethics, and Attitudes (2021), untuk mendapatkan masukan dari anggota dan pemangku kepentingan. IFAC membuka dan menerima komentar atas usulan ini sampai dengan 24 Juli 2024, untuk kemudian direvisi dan dibawa ke IFAC Board pada November 2024. Perubahan atas IESs ini dijadwalkan efektif pada 1 Juli 2026 untuk dapat diadopsi oleh institusi pendidikan secara global.

Melalui revisi IESs ini, IFAC akan mengintegrasikan aspek sustainability ke dalam ketajaman bisnis, data dan informasi, perilaku, pelaporan, dan asurans. Learning outcome yang dipersiapkan dalam modifikasi IESs yang dituangkan ke dalam usulan IFAC ini, adalah untuk menyiapkan data dan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen mengenai berbagai topik termasuk penetapan metrik dan target, perencanaan dan penganggaran, manajemen biaya, pengendalian kualitas, pengukuran kinerja, dan analisis komparatif.

Modifikasi ini juga memungkinkan adanya evaluasi kinerja organisasi dan segmen bisnisnya, produk, dan layanannya terhadap metrik dan target, penjelasan model bisnis suatu organisasi, termasuk rantai nilainya, serta analisis kinerja dan posisi keuangan saat ini dan yang diantisipasi suatu organisasi, menggunakan teknik termasuk analisis rasio, analisis tren, analisis arus kas, dan analisis skenario.

Pada kesempatan itu, IFAC Regional Manager, Tanya Musumhi menyayangkan adanya persepsi bahwa profesi akuntan sudah mulai memasuki fase “sunset”. Terdapat gap persepsi, adanya kesalahpahaman membuat pencapaian signifikan akuntan menjadi tidak terlihat. Padahal terdapat peluang besar di depan mata yang sedang terjadi pada profesi ini, seiring dengan makin strategisnya perkembangan sustainability.

“Profesi akuntan ini sebetulnya “beyond numbers”, tidak hanya terpaut pada angka dan laporan keuangan. Selain itu juga terdapat endless possibilities, misalnya dalam bidang forensic accounting, financial advisory, yang masih sangat terbuka lebar,” ungkapnya.

Karena itu, akuntan pendidik harus berkolaborasi dengan praktisi dan pemangku kepentingan lain. Para pemangku kepentingan juga harus mulai mengenalkan profesi sejak dini.

Progress IAI dalam Menyusun Standar Pengungkapan Keberlanjutan

Proses adopsi dan rencana penerapan standar pengungkapan keberlanjutan di Indonesia juga merupakan salah fokus dari kegiatan dua hari yang diselenggarakan IAI IFAC. Anggota DPN IAI, Rosita Uli Sinaga menegaskan bahwa IAI sejak tahun 2020 telah memiliki visi bahwa akuntan harus memiliki peran dalam pelaporan keberlanjutan. IAI membentuk Task Force Comprehensive Corporate Reporting (TF CCR) pada tahun 2020, jauh sebelum International Sustainability Standards Board (ISSB) terbentuk.

“Hal ini menunjukkan upaya IAI untuk mendorong peran akuntan dalam inisiatif keberlanjutan.  Sejak saat itu IAI aktif meningkatkan kesadaran publik terkait perkembangan standar pengungkapan keberlanjutan global,” jelas Rosita.

Di level global, pada saat itu terdapat berbagai macam standar terkait keberlanjutan. ISSB kemudian mencoba mengintegrasikan beberapa standar tersebut sehingga tidak memulai dari nol. Hal ini merupakan sesuatu yang baru, yaitu ISSB mengatur mengenai bagaimana menghubungkan risiko dan peluang keberlanjutan dengan informasi keuangan, sehingga diperlukan keahlian dari akuntan.

IAI kemudian mendapatkan mandat dari Kongres XIV tahun 2022 untuk membentuk Dewan Standar Keberlanjutan (DSK). Dimana akhirnya DSK dan Dewan Pemantau Standar Keberlanjutan (DPSK) terbentuk pada 2023. Kedua dewan ini beranggotakan dari berbagai pemangku kepentingan seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bank Indonesia, OJK, industri, akademisi, praktisi yang menguasai aspek keberlanjutan. Pembentukan kedua dewan ini ditetapkan dengan mekanisme three tiers untuk menjamin penguatan governansi dan akuntabilitas dalam proses penyusunan standar keberlanjutan. Dewan ini juga merupakan mekanisme tata kelola yang baru di IAI, karena perencanaan strategis tidak hanya melibatkan satu dewan saja.

Rosita menambahkan, saat ini DSK dan DPSK sedang menyusun rencana strategis terkait standar keberlanjutan, dalam rangka melakukan adopsi terhadap standar IFRS S1 dan S2 yang diterbitkan ISSB. IFRS S1 merupakan pengaturan umum dan pengaturan pengungkapan untuk risiko dan peluang terkait beyond climate, sementara IFRS S2 merupakan pengungkapan untuk risiko dan peluang yang spesifik terkait iklim (climate). Sehingga belum ada panduan pengaturan yang spesifik untuk risiko dan peluang terkait beyond climate.

Menurut Rosita, yang masih harus dipastikan adalah mekanisme penerapan di Indonesia, misalnya apakah dengan pendekatan climate first, artinya menerapkan IFRS S2 namun tetap menggunakan pengaturan umum di IFRS S1 (negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah Singapura dan Australia).

Perubahan Kurikulum Pendidikan Akuntansi

Berbicara tentang perubahan kurikulum untuk pendidikan akuntansi, Rosita berpendapat sebaiknya aspek sustainability tidak menjadi modul atau subjek tersendiri, namun terintegrasi seperti yang diatur dalam usulan revisi IESs. Di daalam kurikulum ini juga perlu memasukkan subjek terkait risiko, khususnya bagaimana identifikasi risiko dan peluang tidak hanya terkait keuangan tapi juga terkait sustainability.

Rosita menjelaskan, sustainability disclosure ini merupakan forward looking concept, sedangkan konsep akuntansi berdasarkan peristiwa masa lalu. Sustainability disclosure banyak berbicara terkait apa yang terjadi di masa depan, sehingga terpapar oleh banyak asumsi dan estimasi. Oleh karena itu sangat penting untuk penyusun laporan tersertifikasi dan menjadi anggota asosiasi profesi akuntan sehingga tunduk pada kode etik. Ekosistem keberlanjutan ini harus terbentuk dan dimonitor oleh regulator dan asosiasi profesi akuntan.

Di sisi lain, Rosita menilai penting adanya kolaborasi profesi akuntan dengan berbagai pemangku kepentingan dan ekspertis lain. Dalam hal ini, para pendidik dan profesional akuntan harus mampu dan memahami bagaimana cara berkolaborasi dengan ahli di bidang lain. “Ini adalah era baru untuk profesi akuntan, dan ini merupakan momentum kita untuk berkolaborasi. Jangan malu dan ragu untuk belajar dari orang lain. Waktunya untuk berkolaborasi untuk memastikan profesi akuntan semakin relevan,” pungkas Rosita.

Informasi terkait Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Timur dapat diakses melalui iaijawatimur.or.id  

     

   

 

 

 


Bagikan artikel ini :