Direktorat Jenderal (ditjen) Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak akan dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) lebih rendah. Itu meliputi sembako dan jasa pendidikan atau sekolah.
"Terutama untuk kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dikenakan dengan PPN tarif yang lebih rendah dari tarif normal," kata dia dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR RI, Senin (28/6/2021). PPN ini bisa juga tidak dipungut atau tidak berlaku bagi masyarakat yang tidak mampu. Itu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.
"Sekali lagi disini kita bisa menggunakan tangan subsidi yaitu belanja negara di dalam APBN, dan tidak menggunakan tangan PPN-nya. Ini menjadi sesuatu di dalam rangka untuk compliance maupun untuk memberikan targeting yang lebih baik," jelasnya.
Untuk PPN multi tarif, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan bahwa tarif umum dinaikkan dari 10 menjadi 12%, namun pihaknya juga memperkenalkan kisaran tarif 5% sampai dengan 25%.
"Kemudahan dan kesederhanaan PPN dalam hal ini seperti penerapan GST, yaitu PPN untuk barang kena pajak atau jasa kena pajak tertentu dengan tarif tertentu yang dihitung dari peredaran usaha. Ini untuk simplifikasi karena banyak aspirasi untuk penerapan GST di Indonesia," tambahnya.
Daftar Sembako yang kena PPN
Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi bahan pokok atau sembako. Pengenaan PPN sembako tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sebagai informasi, PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pihak yang membayar PPN adalah konsumen akhir.
Dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Artinya, daftar yang dihapuskan akan dikenakan PPN.
Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.
Barang tersebut meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi. Sedangkan hasil pertambangan dan pengeboran yang dimaksud adalah emas, batu bara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi.
Selain memperluas objek PPN, revisi UU KUP tersebut juga menambah objek jasa kena pajak baru yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN. Beberapa di antaranya adalah jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, hingga jasa asuransi.
Dalam ayat (3) Pasal 4A, hanya ada tambahan penjelasan soal jasa kena pajak baru yang tidak dikenakan PPN, yakni jasa keagamaan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, serta jasa boga atau katering.
"Ketentuan mengenai jenis barang kena pajak tertentu, jasa kena pajak tertentu, barang kena pajak tidak berwujud tertentu, dan tarifnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah," tulis ayat (3) Pasal 7A draf tersebut.
Sumber Berita :
- Detikfinance1
- CNN Indonesia
Sumber Foto :
- CNN Indonesia