Detail Interest Area

PENINGKATAN TATA KELOLA YANG BAIK DAN DAYA SAING MENUJU DESA SEJAHTERA

Sumber : Rovila El Maghviroh


PENINGKATAN TATA KELOLA YANG BAIK  DAN DAYA SAING 

MENUJU DESA SEJAHTERA

 

Rovila El Maghviroh

Abstraksi

Permasalahan klasik desa-desa hampir di seluruh Indonesia adalah sumber daya manusia yang kurang kompeten dalam mengelola desanya sehingga potensi sumber daya alam tidak bisa di kelola oleh desa tapi di kuasai oleh pihak-pihak diluar desa tersebut. Solusi dari permasalahan tersebut adalah harus adanya program, sistem, kebijakan, aturan, undang-undang yang terintegrasi baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah daerah untuk desa.  UU No. 6 tahun 2014 tentang desa diharapkan menjadi milestone (tonggak) bagi terciptanya desa yang sejahtera. Permasalahan yang kompleks diharapkan mulai bisa diurai satu demi satu yang merupakan benang merah dari permasalahan klasik tersebut. Tata kelola yang baik (good governance) merupakan hal pertama yang harus dilakukan oleh pemerintahan desa. Tata kelola yang baik memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional serta tersertifikasi internasional untuk mengelola potensi sumber daya alam desa. Selanjutnya Sumber daya manusia tersebut akan dapat membuat produk dan menyediakan jasa yang berkualitas dan tersertifikasi pula secara internasional. Sinergitas keduanya akan menjadikan daya saing desa menjadi tinggi yang pada akhirnya cita-cita desa sejahtera dan makmur akan terwujud.

Kata Kunci: Tata kelola yang baik, Sertifikasi sumber daya manusia, Sertifikasi produk dan jasa,  daya saing desa, Desa Sejahtera

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

            Tata kelola yang baik (Good Governance) di desa harus dilakukan secara terstruktur dan sistematis agar desa bukan hanya bisa mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan yang dilakukan tetapi juga bisa meningkatkan daya saing desa. Artinya dengan pengelolaan yang baik, pemerintahan desa bisa punya arah dan tujuan yang jelas untuk dicapai. Pemerintah desa juga tahu kemana arah yang akan dituju serta memiliki ukuran yang jelas dalam menilai kinerja pemerintahan desa. Tata kelola yang baik akan dapat meningkatkan daya saing desa.

            Fungsi-fungsi dalam pemerintahan desa perlu untuk dimaksimalkan agar bisa sejalan dengan tujuan tata kelola desa tersebut. Agar tujuan tata kelola desa bisa diwujudkan harus ada peran baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota. Sebagaimana dapat kita ketahui bahwa tujuan tata kelola desa adalah mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan desa dan meningkatkan daya saing desa.

Tata kelola desa sejalan dengan UU No. 23/2014 tentang Tujuan Penataan Daerah, dimana Pada UU No. 23/2014 itu dinyatakan, bahwa tujuan penataan daerah adalah mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan, meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah, memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah.

Proses tata kelola desa yang baik diharapkan akan punya dampak positif terhadap penataan desa sehingga desa memiliki daya saing yang tinggi. Jadi tata kelola desa bukan hanya sekedar rumusan yang bersifat normatif saja sehingga tujuan penataan desa meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan desa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing desa.

Tata kelola desa yang baik juga akan menjadikan pemerintahan desa dapat menggunakan dana secara efektif. Apabila desa bisa menggunakan dana secara efektif dan sumber daya alam dan sumber daya manusia secara optimal dan dapat mendorong investasi maka kesejahteraan masyarakat desa juga akan mengalami peningkatan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat desa.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa membawa dampak yang positif terhadap tata kelola pemerintahan desa dan manajemen keuangan desa. Desa memiliki hak kekuasaan penuh untuk mengelola pemerintahan desanya secara mandiri atau otonom. Otonomi desa ini merupakan pencapaian besar dalam sejarah pemerintahan di Indonesia. Hal ini karena selama ini pemerintah desa belum diberikan ruang yang luas untuk mengembangkan inovasi pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Otonomi desa ini membawa perubahan kearah yang positif didalam dinamika pemerintahan dan masyarakat desa. Otonomi desa diharapkan akan dapat meningkatkan inovasi pembangunan. Inovasi yang tinggi disertai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kompeten serta tata kelola yang baik akan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.

Penerapan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 diharapkan akan dapat mengurangi kemiskinan masyarakat desa. Kemiskinan hanya menjadi salah satu persolaan di desa. Persoalan lainnya yang muncul di desa adalah masalah sumber daya manusia, akses pelayanan pada masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Tentu saja otonomi saja belum cukup untuk mewujudkan masyarakat desa yang memiliki daya saing dan mandiri, tetapi dibutuhkan juga kesiapan dan kapasitas aparat pemerintah desa dalam mengimplementasikan ide-ide pokok dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa tersebut. Aparat pemerintahan desa menghadapi tantangan yang berat dalam pengimplementasian pembangunan desa mandiri, pemberdayaan desa, penataan kelembagaan desa, manajemen pembangunan desa, pengelolaan Badan Usaha Desa (BUD), tata kelola keuangan desa, hingga peraturan desa.

Rumusan Masalah

1.         Bagaimana pemerintah desa dapat menjunjung tinggi prinsip governance untuk meningkatkan daya saing ?

2.         Apakah daya saing yang dimiliki desa akan dapat mewujudkan desa yang makmur, sejahtera dan mandiri ?

LANDASAN TEORI

            UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa diharapkan akan dapat mengelola pemerintahan desa dengan baik sehingga desa tersebut akan dapat memiliki daya saing yang tinggi. Apabila desa tersebut memiliki daya saing yang tinggi secara otomatis kemakmuran, kesejahteraan akan terwujud sehingga makmur, sejahtera dan mandiri. Hal paling essensial dari UU No. 6 tahun 2014 adalah dapat direalisasikannya pembangunan desa yang makmur, sejahtera dan mandiri. Desa yang mandiri, sejahtera dan makmur akan dapat diwujudkan dengan tata kelola yang baik, pemanfaatan sumber daya yang optimal dan dengan dukungan dari manajemen kelembagaan desa yang baik, pengelolaan badan usaha desa, tata kelola keuangan desa dan peraturan-peraturan desa yang mengarah pada tujuan desa sejahtera dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Bagaimana membangun desa yang mandiri menjadi tantangan bagi segenap aparat desa di seluruh Indonesia. 

            Kelembagaan desa bertujuan untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa, dan juga meningkatkan daya saing desa. Urgensi penataan kelembagaan desa berbasis UU No. 6 tahun 2014 tentang desa menjadi relevan karena selama ini penataan kelembagaan desa belum disesuaikan dengan konteks kebutuhan masing-masing desa.

            Dalam manajemen keuangan desa, UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa menjelaskan bahwa pemerintah pusat diberikan amanat untuk menyalurkan dana khusus bagi penyelenggaraan pemerintah desa yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa (ADD). ADD bersumber dari APBN yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota. Dalam UU ini juga menyebutkan bahwa disamping pemerintah pusat, maka pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota juga diharuskan mengalokasikan minimal 10 persen dari dana perimbangan kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Desa juga memperoleh tambahan dana sebesar 10 persen dari realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota. Sebanyak 60 persen dari tambahan dana itu dibagi merata untuk seluruh desa, sedangkan 40 persen sisanya didistribusikan secara proporsional menurut hasil penerimaan dari masing-masing desa. Perubahan manajemen anggaran pemerintah desa tersebut bertujuan agar pemerintah desa dapat mengembangkan berbagai sektor-sektor produktif di desa.

            Pemerintah desa harus mengikutsertakan masyarakat dalam membangun desa sebagaimana amanat UU No. 6 tahun 2014 tentang desa. Wujud dari keterlibatan masyarakat dalam pembangunan desa terefleksikan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Diharapkan dengan adanya keterlibatan masyarakat secara maksimal akan dapat mewujudkan desa sejahtera, mandiri dan makmur. Apabila penyelenggara desa bisa mengoptimalkan partisipasi masyarakat desa maka tujuan mulia tersebut akan mudah dicapai. Penyusunan instrumen hukum berupa peraturan desa (Perdes) yang dilakukan secara partisipatif dengan mengikutsertakan semua unsur yang ada dalam masyarakat desa dan dilakukan secara terbuka akan dapat mewujudkan desa yang sejahtera, makmur dan mandiri.

            Tantangan desa yang lainnya dalam meningkatkan daya saing adalah pada area geografisnya artinya bukan hanya daya saing nasional saja tetapi juga daya saing internasional. Dengan adanya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) menjadikan tantangan desa semakin besar. Masyarakat desa harus dibekali dengan pengetahuan dan skill agar dapat bersaing dengan sesama penduduk Asean. Kita melihat bahwa dengan adanya MEA maka produk maupun jasa punya kesempatan yang sama untuk bersaing. Hanya produk dan jasa yang punya cost rendah dan kualitas yang baik saja yang dapat bersaing di era MEA ini. Hal ini tentu saja peran pemerintah menjadi sangat krusial yaitu mulai pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah desa. Semua harus bergandengan tangan untuk bersama-sama dan berkomitmen untuk mewujudkannya.

             Melihat kenyataan ini maka kita tidak bisa melarang tenaga kerja asing dan produk atau barang asing beredar di negara kita. Demikian pula sebaliknya, pihak asing juga tidak bisa melarang tenaga kerja Indonesia bekerja diluar negeri. Produk dan jasa kita akan bersaing di luar negeri dengan produk dan jasa dari negara-negara lain di Asean. Kita tidak perlu khawatir bersaing dengan pihak asing apabila produk dan jasa kita berkualitas dan harganya kompetitif. Dengan semakin terbukanya informasi dan teknologi informasi, maka pekerja asing akan dapat bekerja di Indonesia dengan dilindungi payung hukum. Demikian pula produk asing akan membanjiri negara kita dan siap bersaing dengan produk di dalam negeri.  MEA harus kita hadapi dengan meningkatkan sumber daya manusia agar dapat bersaing dengan sumber daya manusia dari negara lainnya. Pasar bebas Asean mau tidak mau harus kita hadapi. Hal ini sebagai dampak semakin terbukanya arus informasi dan pasar bebas yang sudah memasuki wilayah Indonesia.

            Terbentuknya ASEAN Free Trade Area (AFTA) sebagai wujud persaingan secara terbuka diwilayah negara-negara Asean, yaitu suatu area yang diciptakan dan merupakan kawasan bebas perdagangan untuk meningkatkan daya saing ekonomi. ASEAN perlu untuk menciptakan kawasan yang memiliki daya saing ekonomi agar dapat menjadi basis produksi dunia. Melihat besarnya jumlah penduduk dikawasan ASEAN, maka seharusnya hal tersebut dapat menjadikan kawasan ini mampu bersaing dengan masyarakat dunia. Kesepakatan bersama ini menghasilkan suatu komitmen yaitu: penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya, penghapusan semua bea masuk impor barang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

           MEA merupakan awal kebangkitan dari masyarakat di kawasan Ekonomi ASEAN. Hal ini merupakan ujian sekaligus tantangan bagi negera-negara di ASEAN. MEA menjadikan masyarakat dikawasan ASEAN ini akan mampu menunjukkan kredibilitasnya dalam berkompetisi di tingkat dunia.  Indonesia sebagai salah satu negara dikawasan ASEAN juga menghadapi tantangan yang tidak mudah. Indonesia memasuki era perdagangan bebas yang penuh dengan dinamika dan tantangan, sehingga sumber daya manusia harus disiapkan dengan baik. MEA telah memberikan peluang dan kesempatan untuk terbukanya pasar bebas lintas negara. Dengan diterapkannnya MEA ini maka setiap negara memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk saling berkompetisi secara profesional dalam memenuhi kebutuhan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pemenuhan kebutuhan ini baik dari segi infrastruktur maupun suprastruktur. Perkembangan arus kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang semakin  meningkat menjadikan batas-batas antar negara semakin tidak jelas. Ditambah dengan perkembangan transportasi yang semakin tinggi sehingga menjadikan jalur lalu lintas pun semakin mudah untuk diakses. Jalur lalu lintas antar negara yang semakin meningkat di era globalisasi saat ini, menciptakan peningkatan mobilitas barang dan manusia antar satu negara dengan negara lain. Penetapan kebijakan-kebijakan di era MEA yang telah menjadi kesepakatan antar negara, disamping memiliki banyak keuntungan, juga mengandung beberapa risiko. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah pusat. 

          Apabila akses yang mudah tidak diikuti dengan peraturan yang ketat akan berpotensi menciptakan suatu praktik kejahatan baik berupa kecurangan maupun penipuan lintas negara. Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat akan menimbulkan kejahatan yang sangat terorganisir, inovatif dan kreatif.  Kejahatan transnasional ini akan banyak menimbulkan kerugian bagi suatu negara, bahkan kerugian bagi daerah-daerah tertentu di dalam negara tersebut. Sebagai contohnya adalah kegiatan-kegiatan pengeksploitasian sumber daya alam dan sumber daya manusia secara berlebihan.  Perilaku tersebut akan membawa dampak pada timbulnya masalah-masalah baru seperti misalnya kemiskinan, konflik lainnya, serta kerugian lainnya yang bersifat materi maupun non materi. Akibat pengeksploitasian sumber daya alam secara berlebihan akan dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat merugikan negara tersebut. Kejahatan transnasional ini bukan hanya masalah satu negara saja tetapi merupakan problem dari negara-negara di seluruh dunia. Melihat letak geografisnya, maka Indonesia adalah salah satu negara yang berada di perlintasan benua-benua besar di dunia. Hal ini tentu saja Indonesia memiliki potensi yang kuat dalam terbentuknya praktek kejahatan transnasional. Banyak faktor terjadinya kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional itu timbul bukan semata-mata dipicu karena adanya perdagangan bebas saja. Banyak faktor lainnya yang bisa memicu timbulnya kejahatan transnasional. Adanya persaingan global, keterbukaan informasi dan perkembangan teknologi informasi juga bisa menjadi pemicu timbulnya kejahatan transnasional. Indonesia sebagai negara dengan penduduk berjumlah lebih dari 225 juta orang menjadi tempat paling rawan timbulnya kejahatan transnasional.

          Indonesia menghadapi tantangan yang besar yaitu bagaimana meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan daya saing pelaku usaha. Untuk peningkatan sumber daya manusia dan daya saing nasional maupun internasional maka perlu peran serta pemerintah mulai dari pusat, provinsi maupun daerah. Semua unsur dalam pemerintahan di seluruh Indonesia harus mengambil langkah-langkah yang strategis dan taktis sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi. Pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan agar Indonesia dapat memiliki daya saing nasional maupun internasional.  Beberapa strategi yang diterapkan antara lain adalah sebagai berikut:

  • Pengembangan Industri Nasional
  • Pengembangan pertanian, dengan fokus pada peningkatan investasi langsung di sektor pertanian, dan peningkatan akses pasar.
  • Pengembangan kelautan dan perikanan
  • Pengembangan energi

        Selain itu masih ada 10 sektor pengembangan lainnya, yang meliputi pengembangan infrastruktur; pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan perbankan; investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan; perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan.

        Indonesia sebagai negara kesatuan yang dibagi dalam berbagai provinsi, kabupaten kota, dan desa merupakan obyek dari persaingan pasar bebas. Hal ini artinya bahwa produk dan jasa yang dihasilkan di desa harus dipesiapkan agar dapat menghadapi persaingan bebas tersebut. Produk dan jasa yang dibuat harus memiliki kualitas yang tinggi dengan harga yang kompetitif. Agar desa bisa menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif maka kompetensi dan pengetahuan dari sumber daya manusia di desa harus ditingkatkan. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah desa harus memberikan dukungan yang terintegrasi agar desa memiliki daya saing baik nasional maupun internasional. Sumber daya manusia yang berkompeten, inovatif dan kreatif akan dapat mengelola sumber daya alam dengan baik sehingga dapat menghadapi persaingan bebas. Sumber daya alam harus dikelola oleh orang-orang yang berkompeten, inovatif, kreatif dan tetap berpegang teguh pada budaya dan modal sosial lainnya supaya dapat menghadapi persaingan ekonomi dunia. Apabila desa telah dikelola dengan baik yaitu dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia untuk mengelola sumber daya alam, maka kesejahteraan mayarakat desa akan dapat dicapai. Desa yang memiliki kekayaan sumber daya alam akan dapat menciptakan kesejahteraan desa di era persaingan bebas jika mampu bersaing secara ekonomi di era globalisasi.

       Desa harus membangun upaya kreatif dalam mengembangkan potensi baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya agar dapat meningkatkan kekayaan dan kesejahteraan desanya. Apabila potensi sumber daya manusianya dikembangkan dengan baik maka akan dapat meningkatkan daya saing yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi di desa tersebut.  UU No. 6 tahun 2014 tentang desa memiliki dua azas yaitu azas subsidiaritas dan rekognisi. Pengakuan negara terhadap asal usul desa disebut dengan azas rekognisi sedangkan apabila desa diberikan kewenangan dalam penetapan dan pengambilan keputusan berskala lokal untuk kepentingan masyarakat desa, maka ini artinya bahwa desa memiliki hak untuk mengelola dan mengatur sumber daya desanya sehingga kesejahteraan masyarakat desa akan tercapai. Kedua azas tersebut akan mampu menciptakan desa yang punya tata kelola terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia secara baik sehingga desa tersebut akan memiliki daya saing ekonomi yang tinggi. Tantangan yang dihadapi desa ke depan adalah persaingan pasar bebas dan terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Tantangan lainnya yang tidak kalah besar adalah masih rendahnya pemahaman pemerintah desa dan supra desa terhadap UU Desa. Masyarakat desa harus dididik melalui proses pembelajaran yang baik dan pemerintah desa harus mendorong pelaksanaan program-program desa yang dapat meningkatkan daya saing sehingga dapat terciptanya desa sejahtera. Otonomi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah harus memberikan ruang gerak yang seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat desa dalam meningkatkan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alamnya. Masyarakat desa harus memiliki partisipasi yang tinggi dalam penyelenggaraan program-program yang ada didesa agar tujuan penyelenggaraan program-program tersebut dapat tercapai. Sebaiknya program-program desa selaras dengan program pemerintah pusat sehingga berbagai ragam kebijakan program serta implementasinya, akan semakin menguatkan posisi saing desa. Otonomi daerah diharapkan bisa memberdayakan masyarakat desa dalam bentuk pemberdayaan desa secara terintegrasi dan merupakan mobilisasi partisipasi masyarakat desa yang di dorong dengan kemandirian keuangan desa. Dana Desa diharapkan akan dapat dikelola dengan baik dan menjadi bagian modal sosial yang dapat di kembangkan. Pemerintah pusat memberikan kewenangan dalam mengatur dan mengelola, sehingga pemerintah desa dan kelembagaan desa lainnya dapat memiliki kewibawaan di hadapan masyarakat desa khususnya dan masyarakat internasional umumnya.

        Untuk dapat bersaing di dunia internasional dan memperoleh pengakuan internasional maka pemerintah desa harus mengupayakan sertifikasi-sertifikasi baik sertifikasi terhadap sumber daya manusianya maupun sertifikasi potensi sumber daya alamnya. Perlu dilakukan tata kelola terhadap sumber daya desa agar sumber daya tersebut dapat dikembangankan untuk daya saing desa. Inventarisasi sumber daya juga sangat penting untuk dilakukan agar memperoleh sertifikasi sumber daya desa. Pengakuan terhadap sumber daya desa harus dilakukan dengan mengikutsertakan desa pada berbagai macam sertifikasi agar dapat memiliki daya saing yang tinggi. Contohnya adalah sertifikasi kualitas terhadap buah-buahan lokal, produk pertanian, perkebunan, hasil hutan, dan sebagainya. Sertifikasi kualitas ini akan dapat membuat produk-produk unggulan yang kompetitif bagi desa mampu bersaing di dunia internasional. Sertifikasi terhadap tenaga sumber daya manusianya seperti misalnya para pekerja bangunan, pemetik kelapa, penyadap nira, tenaga medis, guru dan lain sebagainya. Sertifikasi juga perlu dilakukan dibidang sosial, seni, budaya, dll. Sertifikasi merupakan upaya membangun pengakuan dunia internasional untuk daya saing desa. Desa yang berdaya saing tinggi akan menciptakan desa yang makmur dan sejahtera. Diperluasnya otonomi desa dan dengan diberikannya kewenangan skala lokal desa, maka sebagai  konsekuensinya desa bisa menentukan arah dan tujuan daya saingnya. Di era pasar bebas ini, maka produk dan jasa akan bebas keluar masuk desa. Investor juga akan masuk desa, apabila desa tersebut berpotensi dan memiliki peluang investasi yang positif. Iklim investasi yang positif akan berdampak pada munculnya industrialisasi pedesaan sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan sumber daya desa.

       Apabila desa membuka peluang investasi usaha dan ekonomi, maka desa harus menyiapkan infrastruktur sarana/prasarana pendukung invenstasi. Ini artinya akan ada banyak pembangunan proyek-proyek berskala besar. Hal ini tentu saja akan banyak juga melibatkan masyarakat desa sebagai pelaku proyek. Melihat kenyataan ini maka sertifikasi sumber daya manusia menjadi keputusan strategis yang harus diambil oleh desa agar dapat bersaing di era globalisasi saat ini. Desa akan disiapkan untuk menghadapi persaingan sehingga tidak menjadi kaum kelas dua di desanya sendiri. Sertifikasi merupakan langkah persiapan perbekalan yang cukup untuk menghadapi persaingan di era pasar bebas saat ini.  

       Ada satu contoh keberhasilan desa yang pada awal tahun 1961 masih merupakan desa termiskin di China tetapi saat ini menjadi desa terkaya tidak saja di China tetapi juga di dunia. Perlu kita pelajari bagaimana desa Hua Xi adalah contoh desa yang berhasil keluar dari kemiskinan dan menjadi desa terkaya didunia. Desa Hua xi yang terletak di Provinsi Jiang Shu China, melalui kepemimpinan kepala desa Wu Renbao adalah contoh desa yang bisa memanfaatkan potensi sumber dayanya sehingga menjadi desa yang sejahtera dan akhirnya menjadi satu desa termaju di dunia. Wu Renbao telah menginspirasi masyarakat desanya, sehingga mereka memiliki kemauan yang kuat untuk memajukan desanya. Setiap masyarakat desa diberikan ruang gerak seluas-luasnya agar punya inisiatif dan ide sesuai dengan kondisi dan sumber daya alam yang dimiliki oleh desa tersebut. Usaha yang mereka lakukan tentu saja dengan melihat potensi desa dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Desa Hua Xi telah berhasil meningkatkan produksi pertanian dengan teknologi tingkat tinggi. Setiap desa mengembangkan usaha industrinya sendiri sesuai potensi sumber daya yang dimilikinya. Pada akhirnya desa Hua Xi berhasil membangun pabrik baja dan pipa baja. Wu Renbao berhasil menggabungkan usaha di masing-masing desa sehingga menambah keberhasilan dari desa Hua Xi tersebut. Dengan usaha yang semakin besar maka kebutuhan tenaga kerja juga semakin meningkat. Industri di desa Hua Xi juga semakin berkembang menjadi industri raksasa yang bisa melakukan ekspor ke berbagai negara di dunia. Hasil produksi baja mencapai 2,2 juta ton/tahun. Sedangkan produksi pipa-pipa dari berbagai jenis seperti untuk sepeda, sepeda motor dan perabot ruma -tangga sekitar 300 ribu ton/tahun. Desa Hua Xi melakukan ekspor ke berbagai negara seperti AS, Kanada, Eropa, Australia dan berbagai negara di Asia Tenggara. Berbagai aktivitas dilakukan untuk mengembangkan usaha yang ada di berbagai macam desa tersebut. Desa Hua Xi memperluas wilayahnya dengan menggabungkan 16 (enam belas) desa disekitarnya untuk menjadi satu pengelolaan agar dapat maju bersama. Itulah sebabnya mengapa desa Hua Xi bisa menjadi besar dan maju seperti sekarang ini.

      Seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 bahwa desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Dari definisi tersebut maka BUMDes adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelolah oleh Masyarakat desa bersama pemerintah desa. Pembentukan BUMDes diharapkan akan dapat dipakai meningkatkan perekonomian desa. BUMDes yang dibentuk harus berdasarkan pada kebutuhan pasar dan potensi sumber daya desa. BUMDes akan menjadi tonggak kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa ada dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong. Usaha yang dapat dijalankan BUMDes yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pendirian BUMDes disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Wu Renbao melakukan pemberdayaan terhadap masyarakatnya dan memanfaatkan potensi sumber dayanya yang pada akhirnya membawa masyarakat desanya pada kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi. Desa Hua Xi telah berhasil mengembangkan BUMdes secara optimal. Produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh desa Hua Xi telah disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Pengelolaan terhadap sumber dayanya benar-benar di kelola secara profesional sehingga memiliki daya saing pasar. Desa-desa di Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat luar biasa. Permasalahan klasik desa-desa di Indonesia adalah kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten dalam mengelola potensi sumber daya alam. Sumber daya manusia merupakan pondasi yang paling utama bagi terciptanya masyarakat adil dan makmur. Untuk menyelesaikan permasalahan ini harus ada sinergitas antara pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah desa dalam mewujudkan daya saing internasional. Indonesia akan dapat melahirkan desa-desa yang berdaya saing tinggi apabila desa tersebut dapat mengelola potensi sumber daya alamnya dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan profesional. Apabila desa mampu mengelola Dana Desa dengan profesional maka desa tersebut akan dapat memproduksi produk-produk berdaya saing tinggi. Desa juga harus memiliki sumber daya manusia yang berkompeten dan bersertifikasi internasional sehingga masyarakat desa bisa menjadi pelaku utama pembangunan di desa tersebut. Jadi tidak akan digantikan oleh tenaga kerja asing.

     Banyak hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat desa apabila telah bersertifikasi internasional antara lain adalah bisa mengelola potensi sumber daya alam dengan baik. Masyarakat desa juga akan mampu melestarikan dan bahkan memperkenalkan budaya kita ke seluruh dunia yang berpotensi sebagai pemasukan dari sisi pariwisata. Kita akan dapat mempertahankan budaya kita sendiri tanpa ada intervensi oleh kekuatan modal asing. Sumber daya lokal harus tersertifikasi agar menjadi entitas yang berdaya saing tinggi menghadapi pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).  Pemerintah pusat dengan program NAWACITA-nya diharapkan akan dapat mewujudkan cita-cita untuk menyejahterakan masyarakat desa. Membangun Indonesia harus dimulai dari desa. Hal ini bisa dipahami mengingat jumlah penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan. Saat ini jumlah desa di seluruh wilayah Indonesia 74.754 desa.

     Ketersediaan data dan informasi geospasial dari Badan Informasi Geospasial (BIG) adalah penting dan dibutuhkan untuk percepatan pembangunan desa. Penetapan dan penegasan batas wilayah administrasi adalah merupakan Peran Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam pembangunan desa. BIG melalui Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PBW) mengajak seluruh stakeholder untuk melakukan percepatan penataan batas wilayah desa dengan tagline "Ayo Bangun Desa untuk Indonesia". Kegiatan ini merupakan salah satu amanah dari UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG), yang menyebutkan bahwa BIG sebagai lembaga pembina dan penyelenggara IG menyediakan data dan IG untuk menunjang pembangunan di seluruh Indonesia, termasuk di dalamnya menyediakan data dan IG untuk percepatan pemetaan tata ruang dan percepatan pembangunan desa.

     Penetapan dan penegasan batas wilayah administrasi yang dilakukan merupakan salah satu program Quick Win dari BIG dalam rangka mendukung tertib administrasi dan tata pemerintahan diseluruh wilayah Indonesia. Penataan batas wilayah desa merupakan perwujudan dari efektifitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal ini berarti akan mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan desa serta meningkatkan daya saing desa. Landasan hukum penetapan dan penegasan batas wilayah administrasi desa/kelurahan adalah UU No. 4 Tahun 2011 tentang IG, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendagri 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Peredaran kondisi peta yang tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan menjadi pemasalahan tersendiri dalam penetapan batas wilayah administrasi desa. Hal ini akan membawa pengaruh pada saat pemerintah desa akan membuat analisis perhitungan luas, jarak, posisi relatif terhadap wilayah yang lain serta untuk membantu penyelesaian sengketa batas. Diperlukan solusi untuk percepatan penataan batas wilayah administrasi desa/kelurahan. Adapun solusi yang dilakukan adalah dengan menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dan batas desa/kelurahan dengan peta Rupabumi Indonesia (RBI) sebagai batas indikatif/data awal. 

     UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa terdapat 4 indikator yang dapat dipakai sebagai dasar penghitungan dana alokasi desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Keempat indikator tersebut adalah jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis. Berdasarkan amanat dari UU No 6 tahun 2014 adalah penting untuk melakukan penataan dan penegasan batas wilayah desa/kelurahan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan tersebut diatas maka ada beberapa simpulan sebagai berikut:

  • Fungsi-fungsi dalam pemerintahan desa perlu untuk dimaksimalkan agar bisa sejalan dengan tujuan tata kelola desa.
  • Tata kelola yang baik (Good Governance) di desa harus dilakukan secara terstruktur dan sistematis agar desa bukan hanya bisa mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan yang dilakukan tetapi juga bisa meningkatkan daya saing desa.
  • Otonomi desa ini membawa perubahan kearah yang positif didalam dinamika pemerintahan dan masyarakat desa. Otonomi desa diharapkan akan dapat meningkatkan inovasi pembangunan.
  • Masyarakat desa harus dibekali dengan pengetahuan dan skill agar dapat bersaing dengan sesama penduduk Asean bahkan dunia Internasional.
  • Masyarakat desa harus memiliki partisipasi yang tinggi dalam penyelenggaraan program program yang ada di desa agar tujuan penyelenggaraan program-program tersebut dapat tercapai. Sebaiknya program-program desa selaras dengan program pemerintah pusat sehingga berbagai ragam kebijakan program serta implementasinya, akan semakin menguatkan posisi saing desa.
  • Sumber daya manusia yang berkompeten dan profesional akan dapat mengelola potensi sumber daya alam di desa sehingga bisa bersaing di era globalisasi saat ini.
  • Dengan diterapkannnya MEA ini maka setiap negara memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk saling berkompetisi secara profesional dalam memenuhi kebutuhan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
  • Ketersediaan data dan informasi geospasial dari Badan Informasi Geospasial (BIG) adalah penting dan dibutuhkan untuk percepatan pembangunan desa.

REFERENSI

UU No. 23/2014 tentang Tujuan Penataan Daerah

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa

UU No. 4 Tahun 2011 tentang IG

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa

Permendagri 76 Tahun 2012